Cabang olahraga e-sports kian hari kian menunjukkan taringnya sebagai bagian penting dari dunia olahraga modern. Sejak pertengahan 2010-an, e-sports menjelma dari sekadar hobi menjadi karier profesional, bahkan turut menyumbang medali dalam gelaran akbar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Asian Games. Tak tanggung-tanggung, Komite Olimpiade Internasional (IOC) pun telah menggelar Olimpiade E-Sports pada 2024 lalu.
Namun, pernyataan terbaru dari Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid, dalam kunjungannya ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha Batalyon Artileri Medan 9 Purwakarta, menuai perdebatan publik. Saat berbicara kepada media pada 14 Mei lalu, Meutya menyampaikan pandangannya yang menilai e-sports belum layak disebut sebagai cabang olahraga sejati karena tidak melibatkan aktivitas fisik secara langsung.
"Kalau bagi saya, sport tetap perlu melibatkan juga giat-giat fisik, selain juga online. Saya nggak bilang online itu jelek, tapi tetap, kalau namanya sport, perlu ada giat fisiknya," ujar Meutya.
Menurutnya, aktivitas atlet e-sports tidak banyak menguras keringat sebagaimana atlet pada umumnya, sehingga menurutnya belum cukup memenuhi unsur “olahraga” secara utuh.
Netizen: E-Sports = Catur Zaman Modern?
Pernyataan tersebut langsung memicu respons dari netizen Indonesia, khususnya komunitas gamer dan penggemar e-sports. Banyak yang membandingkan e-sports dengan catur, yang juga minim aktivitas fisik namun tetap dihormati sebagai cabang olahraga resmi.
"Kalau catur bisa masuk olimpiade, kenapa e-sports tidak? Padahal dua-duanya sama-sama butuh strategi, latihan mental, dan disiplin tinggi," tulis akun @rivaldo_gamez di X (dulu Twitter).
Beberapa pengguna media sosial juga mengangkat fakta bahwa atlet e-sports Indonesia telah mengharumkan nama bangsa di panggung internasional, seperti saat tim Indonesia menyabet medali emas di ajang e-sports Asian Games 2022.
Pengakuan Global dan Jalan Panjang E-Sports
Tak bisa dipungkiri, e-sports kini telah menjadi industri bernilai miliaran dolar dengan jutaan penonton global. Dari pertandingan Mobile Legends, Dota 2, Valorant, hingga PUBG, e-sports telah menghadirkan atmosfer kompetitif yang tidak kalah menegangkan dari pertandingan olahraga fisik.
Sosiolog dari Universitas Airlangga, Dr. Eko Haryanto, menilai bahwa perdebatan ini wajar di tengah pergeseran makna olahraga di era digital. "Olahraga tidak lagi sekadar fisik, tapi juga soal fokus, mental, dan keahlian strategis. E-sports memenuhi itu semua, dan dunia mulai mengakuinya," jelasnya.
Perlu Definisi Ulang?
Kontroversi ini membuka ruang diskusi baru tentang bagaimana kita mendefinisikan olahraga di era modern. Apakah semua olahraga harus membuat kita berkeringat? Ataukah mental dan strategi juga bisa menjadi pondasi penting dalam dunia olahraga masa kini?
Yang pasti, dengan pengakuan dari badan internasional dan prestasi nyata dari para atletnya, e-sports tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.