JAKARTA | Jatimku.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menetapkan M. Adhiya Muzakki (MAM), seorang bos buzzer ternama, sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan sejumlah perkara besar. Pria ini ditangkap karena diduga memimpin operasi penyebaran komentar negatif terhadap Kejagung dan kasus-kasus hukum yang tengah ditangani.
Penangkapan ini mengejutkan publik karena mengungkap praktik terselubung di balik dunia maya yang kerap memengaruhi opini publik. MAM diketahui mengorganisasi sebuah tim “cyber army” yang berjumlah 150 orang dan terbagi ke dalam lima kelompok dengan nama sandi “Mustafa”, dari Mustafa 1 hingga Mustafa 5.
Menurut informasi yang dihimpun oleh Jatimku.com, setiap anggota dalam jaringan buzzer tersebut menerima bayaran hingga Rp 1,5 juta untuk menyebarkan konten dan komentar negatif mengenai Kejagung di berbagai platform media sosial. Tugas utama mereka adalah menciptakan narasi yang mendiskreditkan institusi Kejaksaan dan membelokkan perhatian masyarakat dari substansi kasus-kasus korupsi yang sedang diusut.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa MAM secara aktif melakukan perintangan terhadap proses hukum tiga kasus besar, yakni:
Kasus dugaan korupsi di PT Timah
-
Kasus dugaan korupsi dalam impor gula
-
Kasus dugaan suap terkait ekspor Crude Palm Oil (CPO)
“Yang bersangkutan secara sengaja membentuk opini publik yang menyesatkan untuk menghambat penyidikan yang sedang berlangsung,” ujar Abdul Qohar dalam keterangan pers.
Lebih lanjut, tim buzzer yang dikomandoi MAM dikendalikan melalui instruksi langsung untuk menyerang kredibilitas penyidik dan menciptakan kesan seolah Kejagung sedang melakukan kriminalisasi.
Penangkapan ini menunjukkan bahwa perintangan penyidikan tidak hanya terjadi di ruang sidang atau melalui kekuatan politik, tetapi kini juga menyusup ke ranah digital melalui manipulasi media sosial.
Kejaksaan menegaskan bahwa mereka akan menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain yang mungkin mendanai operasi ini. Tidak tertutup kemungkinan bahwa MAM hanyalah bagian dari skema yang lebih besar untuk menghalangi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Publik pun diimbau untuk lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi di media sosial. "Kita harus bijak. Jangan sampai opini kita dibentuk oleh narasi berbayar yang justru merusak proses hukum," kata Abdul Qohar.
Kejagung berjanji akan menindak tegas siapa pun yang terbukti menghalangi penegakan hukum, termasuk melalui dunia maya.
Kasus ini menjadi peringatan penting tentang bagaimana kekuatan digital bisa digunakan untuk merusak sistem hukum, dan bagaimana aparat penegak hukum harus semakin waspada terhadap kejahatan siber yang terorganisir.
Kami akan terus mengawal perkembangan kasus ini hanya di Jatimku.com.