Kronologi Kasus Korupsi Laptop Rp 1,98 Triliun, Seret Nama Nadiem Makarim

Table of Contents

 


Jatimku.com – Jakarta. Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook OS oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyidikan mendalam, memeriksa puluhan saksi, hingga menetapkan empat orang tersangka.

Baca juga : Hancur Karier Kompol Kosmas, Dipecat Gegara Ojol Tewas Dilindas Rantis Brimob

Mereka adalah Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD Dikdasmen 2020–2021; Mulatsyah (MUL), Direktur SMP Ditjen PAUD Dikdasmen; Ibrahim Arief (IBAM), konsultan teknologi di Kemendikbudristek; serta Jurist Tan (JT), staf khusus Menteri Nadiem Makarim kala itu.

Menurut Kejagung, rencana pengadaan perangkat digital ini telah dibicarakan sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem resmi dilantik sebagai Mendikbudristek pada Oktober 2019. Dalam sebuah grup WhatsApp bernama Mas Menteri Core Team, Nadiem bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani (FN) mulai mendiskusikan penggunaan perangkat TIK dengan sistem operasi ChromeOS.

Pada Desember 2019, Jurist Tan mewakili Nadiem bertemu dengan pihak Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membicarakan teknis pengadaan. Padahal, staf khusus menteri sejatinya tidak memiliki kewenangan dalam perencanaan maupun pengadaan barang/jasa negara.

Diskusi berlanjut hingga awal 2020. Nadiem bahkan dikabarkan bertemu dengan pihak Google pada Februari–April 2020 untuk membicarakan teknis pengadaan Chromebook, termasuk skema co-investment sebesar 30 persen.

Jurist Tan kemudian menindaklanjuti pembicaraan itu. Dalam beberapa pertemuan, Ibrahim Arief ikut hadir dan bahkan mendorong Tim Teknis untuk melakukan uji coba Chromebook. Ibrahim sempat menolak menandatangani hasil kajian awal karena tidak mencantumkan ChromeOS. Baru pada kajian berikutnya, sistem operasi tersebut dimasukkan secara eksplisit.

Dalam perjalanan, Sri Wahyuningsih meminta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat SD, BH, untuk menindaklanjuti instruksi pengadaan. Karena dianggap tidak mampu, posisi itu akhirnya diambil alih oleh SW sendiri.

Baca juga : Pemkab Tangerang Pastikan Cabut Perbup Tunjangan Rumah DPRD

SW juga mengubah metode pengadaan dari e-katalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah). Ia membuat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) bantuan pemerintah pengadaan TIK untuk sekolah dasar, berupa 15 unit laptop dan 1 konektor per sekolah dengan nilai Rp 88,25 juta per paket.

Tahun 2021, SW kembali membuat Juklak untuk pengadaan 2021–2022 dengan ChromeOS. Sementara itu, MUL menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) pengadaan peralatan TIK SMP tahun 2020, yang juga mengarahkan penggunaan ChromeOS.

Proyek pengadaan laptop ini menelan dana sebesar Rp 9,3 triliun untuk sekitar 1,2 juta unit perangkat. Dana itu bersumber dari APBN Rp 3,64 triliun serta Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 5,66 triliun.

Namun, hasil penyidikan Kejagung menemukan adanya dugaan rekayasa dan penyalahgunaan kewenangan, yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.

Meski nama Nadiem Makarim disebut dalam kronologi, Kejagung menegaskan bahwa hingga kini ia masih berstatus saksi. Peran Jurist Tan sebagai staf khusus menteri yang diduga melampaui kewenangan menjadi salah satu titik krusial kasus ini.

Kejagung juga membuka peluang adanya tersangka baru seiring pengembangan kasus. Publik menanti transparansi proses hukum sekaligus langkah pemerintah mencegah terulangnya skandal pengadaan barang dan jasa di sektor pendidikan.

Kasus ini menjadi salah satu dugaan korupsi terbesar yang menyeret pejabat Kemendikbudristek, dengan nilai kerugian negara mendekati Rp 2 triliun.