Sengketa Tanah Waqaf di Malang: Eks Dosen UIN Imam Muslimin Vs Tetangga Makin Memanas

Table of Contents

 

Jatimku.com - Malang. Perseteruan antara mantan dosen UIN Malang, Imam Muslimin, dengan tetangganya Sahara, kembali mencuat ke publik. Konflik terbaru ini berpusat pada sebidang tanah di kawasan Joyogrand Kavling Depag III Atas, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, yang diklaim oleh Imam sebagai tanah waqaf untuk fasilitas umum (fasum).

Baca juga : Heboh! Dosen UIN Malang Terekam Berguling-Guling Saat Berselisih dengan Warga

Lewat unggahan video di akun Instagram pribadinya, @mohammad_imam_muslimin, Imam menegur Sahara terkait pemasangan pagar bambu di depan rumahnya, yang disebut berdiri di atas tanah waqaf.

"Ini tanah tak waqafkan untuk fasum. Anda boleh lewat, tapi pakai aturan," ujar Imam dalam video yang diunggah dan dilihat oleh detikJatim pada Rabu (24/9/2025).

Di lokasi terllihat pagar bambu berdiri berdampingan dengan akses jalan depan rumah Imam. Imam mendesak agar pagar tersebut segera dipindahkan ke sisi utara.

"Tolong ini (pagar bambu) segera digeser. Karena ini buat jalan, bukan untuk pagar kambing," tambahnya.

Istri Imam, Rosida Vignesvari, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, menegaskan bahwa tanah di depan rumahnya adalah milik mereka yang dibeli pada tahun 2007 dan telah disedekahkan sebagai jalan umum. Ia menyayangkan tindakan Sahara yang mendirikan pagar di atas tanah tersebut.

"Intinya, Pak Imam Muslimin keberatan jika pagar didirikan di tanah yang kami sedekahkan untuk jalan," jelas Rosida.

Baca juga : Prabowo di PBB: Solusi Dua Negara Kunci Akhiri Krisis Kemanusiaan di Gaza

Menurutnya, saat membeli tanah dari pengembang pada 2007, ada permintaan agar sebagian tanah disumbangkan untuk pelebaran jalan karena akses masuk kavling yang sebelumnya hanya setapak dan sempit.

"Dulu tahun 2007 waktu beli tanah ke pengembang bilang kepada saya supaya sedekah jalan. Karena jalan masuk ke kavling hanya setapak dan sempit. Jadi jalan di depan rumah kami itu adalah tanah yang kami beli," bebernya.

Rosida juga menyoroti bahwa pagar bambu tersebut didirikan oleh tukang bangunan yang bekerja di rumah Sahara dan suaminya, Sopian, sekitar Kamis pekan lalu.

Ia menambahkan bahwa area tersebut sempat dijadikan tempat parkir kendaraan oleh Sahara, termasuk mobil rental dan kandang hewan ternak, yang menurutnya tidak sesuai dengan fungsi awal tanah sebagai jalan umum.

Sementara itu, Sahara memberikan versi yang berbeda. Ia menegaskan bahwa tanah yang dipermasalahkan bukan milik Imam Muslimin dan menyebut bahwa dirinya telah menempati kawasan tersebut selama hampir lima tahun, lebih dulu dari Imam yang baru tinggal sekitar satu tahun.

"Kami ada bukti dan keterangan pemilik, bahwa tanah itu bukan milik dia (Imam Muslimin) dan tanah tersebut ada yang punya bukan tanah waqaf," tegas Sahara saat dikonfirmasi secara terpisah.


Sahara juga menyatakan bahwa pihaknya memiliki legalitas serta keterangan yang menunjukkan bahwa akses jalan tersebut tidak termasuk dalam kepemilikan atau waqaf dari Imam Muslimin.

Kasus sengketa tanah seperti ini seringkali memicu konflik antarwarga. Demi menjaga kondusivitas lingkungan, disarankan agar kedua belah pihak segera melakukan mediasi dengan pihak kelurahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna memastikan status hukum tanah yang disengketakan.

Apalagi, jika benar tanah tersebut sudah disedekahkan atau diwaqafkan, semestinya ada dokumen resmi atau sertifikat waqaf yang bisa dijadikan acuan.

Kasus ini kini menjadi perhatian warga sekitar dan publik berharap agar polemik ini dapat diselesaikan secara damai dan berdasarkan hukum yang berlaku.