Kekurangan Zat Besi Dapat Turunkan IQ Anak, IDAI Ingatkan Pentingnya Pencegahan

Table of Contents


jatimku.com – Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan masyarakat bahwa kekurangan zat besi pada anak dapat membawa dampak serius terhadap tumbuh kembang, termasuk penurunan IQ dan risiko gangguan perkembangan lainnya. Kondisi ini, meski bisa dicegah, sering kali tidak terdeteksi sejak dini sehingga menimbulkan masalah jangka panjang bagi generasi muda Indonesia.

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Selasa (2/9), menegaskan bahwa kecukupan zat besi sangat menentukan kualitas kesehatan anak di masa depan. “Ini sebetulnya suatu kondisi yang bisa dicegah. Namun apabila tidak tertangani, tidak ketahuan, atau terdeteksi tapi tidak diatasi dengan baik, dampaknya bisa sangat merugikan anak,” jelasnya.

Baca juga : 5 Tips Agar Terus Sehat Sampai Tua

Menurut Piprim, salah satu langkah paling efektif untuk mencegah kekurangan zat besi adalah dengan memastikan anak mendapatkan asupan protein hewani yang cukup. Ia menekankan bahwa orang tua tidak harus memberikan makanan mahal, melainkan bisa memanfaatkan bahan pangan lokal yang kaya zat besi seperti hati ayam.

Bagi anak yang sudah mengalami kekurangan zat besi, pemberian suplemen menjadi keharusan. Namun, Piprim mengingatkan bahwa terapi ini membutuhkan waktu antara dua hingga enam bulan. Tantangannya, banyak orang tua yang kerap merasa bosan atau tidak konsisten menuntaskan terapi, sehingga hasilnya tidak optimal.

IDAI menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua, tenaga medis, dan media massa untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya kekurangan zat besi. Piprim menegaskan bahwa masalah ini tidak boleh dianggap remeh, mengingat masih tingginya angka anemia defisiensi besi (ADB) pada anak-anak Indonesia.

“Kejadian anemia defisiensi besi ini masih cukup tinggi, dan ini tentu saja bisa menghambat tercapainya generasi emas Indonesia di tahun 2045,” ujarnya.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI, Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk (K), menambahkan bahwa kekurangan zat besi bisa menyerang anak sejak usia dini, bahkan sejak bayi baru lahir. Usia 0–12 bulan disebut sebagai fase paling krusial karena kebutuhan gizi sangat tinggi sementara cadangan zat besi bayi terbatas.

Berdasarkan data global tahun 2019, prevalensi anemia pada anak usia 6 hingga 59 bulan mencapai 39,8 persen. Di Indonesia sendiri, angkanya tidak jauh berbeda, yakni 38,5 persen, dan mayoritas disebabkan oleh anemia defisiensi besi.

Baca juga : 5 Tips Belajar Efektif di Mana pun dan Kapan pun

Kondisi ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap gizi anak harus menjadi prioritas utama. IDAI berharap para orang tua lebih peduli terhadap pola makan anak dan rutin memantau kondisi kesehatan mereka melalui pemeriksaan medis.

Selain itu, upaya edukasi tentang pencegahan anemia perlu terus digalakkan agar masyarakat tidak hanya mengetahui, tetapi juga menerapkan pola hidup sehat.

Dengan langkah sederhana seperti memperbanyak konsumsi makanan bergizi seimbang, memberikan suplemen zat besi sesuai anjuran dokter, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, Indonesia diharapkan mampu menekan angka anemia pada anak. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dan tenaga kesehatan untuk mewujudkan generasi emas 2045 yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi.