Fenomena bullying atau perundungan di sekolah-sekolah Jawa Timur kembali menjadi sorotan. Dalam tiga bulan terakhir, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mencatat lonjakan signifikan laporan kasus bullying yang terjadi di tingkat SD hingga SMA. Tak hanya di kota besar seperti Surabaya, kasus juga ditemukan di daerah seperti Jombang, Blitar, hingga Situbondo.
Menurut data resmi yang dirilis Dinas Pendidikan Jatim, sejak awal tahun 2025 hingga pertengahan Mei, terdapat lebih dari 210 laporan kasus perundungan di lingkungan sekolah. Angka ini meningkat hampir 30% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Jenis Bullying Semakin Beragam
Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Dr. H. Dwi Wahyudi, M.Pd., menyebutkan bahwa jenis bullying yang marak tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga verbal dan digital.
“Saat ini perundungan sudah banyak terjadi di dunia maya. Media sosial menjadi sarana baru untuk menjatuhkan mental sesama siswa. Ini lebih berbahaya karena seringkali tidak terdeteksi oleh guru maupun orang tua,” jelasnya saat konferensi pers di Surabaya, Selasa (13/5).
Ia menambahkan, bullying verbal seperti ejekan fisik, ras, status ekonomi, hingga intimidasi dalam grup WhatsApp siswa juga masuk kategori yang dilaporkan paling banyak.
Lingkungan Sekolah dan Ketidaksiapan Sistem
Beberapa pengamat pendidikan menilai meningkatnya kasus bullying disebabkan oleh lemahnya sistem deteksi dini dan minimnya pengawasan guru terhadap interaksi sosial siswa.
Aktivis perlindungan anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jawa Timur, Nurul Fadhilah, menyebut bahwa masih banyak sekolah yang belum memiliki sistem pelaporan bullying yang aman dan terstruktur.
“Anak-anak takut melapor karena khawatir dibalas atau justru tidak dipercaya. Sekolah juga belum semua punya mekanisme penanganan yang jelas,” ujar Nurul.
Cerita dari Lapangan
Salah satu korban bullying, sebut saja R, siswa SMP di Kabupaten Malang, mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar dari teman sekelasnya. Ia sering diejek karena kondisi fisiknya dan dibully di grup kelas. Orang tuanya akhirnya memindahkan R ke sekolah lain karena trauma.
“Anak saya sempat tidak mau sekolah selama dua minggu. Kami minta perhatian serius dari pihak sekolah, tapi tak ada langkah nyata,” ujar ibu R, kepada tim Jatimku.
Upaya Pemerintah: Sekolah Ramah Anak dan Satgas Anti-Bullying
Dinas Pendidikan Jatim menyebut bahwa pihaknya kini tengah mempercepat implementasi program Sekolah Ramah Anak dan membentuk Satgas Anti-Bullying di setiap sekolah. Guru BK juga akan mendapat pelatihan khusus untuk mengenali tanda-tanda kekerasan mental pada siswa.
Program edukasi ke siswa dan orang tua melalui seminar, poster, dan kurikulum penguatan karakter juga akan terus digencarkan.