Pesantren Roudlatud Darojat Lamongan Jadi Tumpuan Pendidikan Santri, Senator Lia Dorong Perhatian Pemerintah
Jatimku.com, Lamongan — Di tengah ketenangan Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, berdiri Pondok Pesantren Roudlatud Darojat yang selama lebih dari dua dekade menjadi pusat pendidikan keagamaan dan sosial bagi ratusan santri dari berbagai daerah di Indonesia.
Didirikan pada tahun 1999, pesantren yang diasuh oleh KH. Mustaji ini tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan Islam, tetapi juga menjadi benteng sosial bagi masyarakat kurang mampu, khususnya di wilayah pesisir Jawa Timur.
Anggota DPD RI, Lia Istifhama, menilai Pondok Pesantren Roudlatud Darojat memiliki kontribusi strategis dalam membentuk generasi muda yang berakhlak, berilmu, dan berdaya saing. Dalam kunjungan kerjanya, senator yang akrab disapa Ning Lia tersebut menegaskan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pesantren yang tumbuh secara mandiri.
“Pesantren ini telah melahirkan ratusan alumni sejak berdiri pada 1999. Dengan jumlah santri yang terus meningkat, dukungan negara menjadi sangat krusial agar proses pendidikan berjalan optimal,” ujar Ning Lia, Sabtu (27/12/2025).
Kepercayaan masyarakat terhadap pesantren ini terus meningkat. Saat ini, sekitar 500 santri menimba ilmu di Pondok Pesantren Roudlatud Darojat. Para santri tidak hanya berasal dari Lamongan dan wilayah sekitarnya, tetapi juga dari luar Pulau Jawa, termasuk Jakarta, yang menandakan reputasi pesantren kian dikenal secara nasional.
Kekuatan pesantren ini terletak pada konsistensi pengajaran nilai-nilai keislaman yang berpadu dengan pendidikan formal yang terstruktur. Namun, tingginya animo masyarakat menghadirkan tantangan serius, terutama terkait keterbatasan sarana dan prasarana.
Selama lebih dari 20 tahun, operasional dan pembangunan pesantren dijalankan secara mandiri. KH. Mustaji bahkan mengandalkan dana pribadi demi memastikan keberlangsungan pendidikan para santri.
“Bagi saya, melihat santri tumbuh dengan akhlak yang baik dan memiliki masa depan jauh lebih penting dibandingkan beban finansial yang harus ditanggung,” tutur KH. Mustaji.
Tak hanya itu, ia juga menanggung biaya hidup dan pendidikan lebih dari 100 santri dari keluarga kurang mampu, mulai dari kebutuhan harian hingga biaya sekolah formal. Peran ini menegaskan pesantren sebagai institusi pendidikan sekaligus pilar sosial bagi masyarakat kecil.
Seiring bertambahnya jumlah santri setiap tahun, kapasitas ruang belajar dan asrama kini telah mencapai batas maksimal. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat memengaruhi efektivitas pembelajaran dan kenyamanan santri.
Dalam suasana penuh kekeluargaan, KH. Mustaji berharap Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat memberikan perhatian lebih, khususnya dalam pembangunan fasilitas pendidikan.
“Selama ini kami menjunjung tinggi kemandirian dan belum pernah mengajukan bantuan. Namun kondisi saat ini membuat kolaborasi dengan pemerintah menjadi kebutuhan mendesak, terutama untuk penambahan ruang kelas,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Ning Lia mendorong agar pemerintah daerah dan pemangku kebijakan terkait meninjau langsung kondisi pesantren. Menurutnya, dukungan terhadap pesantren merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa.
“Pesantren adalah fondasi pendidikan karakter. Dukungan negara bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi memastikan generasi muda tumbuh di lingkungan pendidikan yang layak, sehat, dan bermartabat,” pungkasnya.